Sunday, November 27, 2011

Jejak Politik Para Saudagar Media

Hary Tanoesoedibyo-Aburizal Bakirie-Surya Paloh-Chairul Tandjung



Opini: Bachtiar Abdullah
Nasional - Sabtu, 26 November 2011 | 21:21 WIB

INILAH.COM, Jakarta - Rupert Murdoch adalah khas king maker politik di Inggris dan negeri asalnya, Australia. Di Amerika, kakek ini termasyhur menggalakkan haluan politiknya yang konservatif melalui jaringan televisi Fox News Channel. Di China, dia menjadi saudagar media yang sedang berupaya menjejakkan kaki di negara yang sangat ketat mengontrol pasar media.

Jejak langkah Murdoch adalah template yang mudah dikopi oleh mereka yang sudah punya duit di seluruh dunia, partai politik yang berkuasa atau bahkan negara.

Triliuner dadakan Hary Tanoesoedibyo rajin mengubah haluan bisnis sejak muda. Ia adalah anak muda pedagang kusen dan daun jendela semasa kuliah di Kanada dan Amerika, sembari main di Wall Street. Balik ke Indonesia, ia mendirikan perusahaan sekuritas PT Bhakti Investama bersama Titiek Soeharto.

Ia bisa memutar bisnis seperti gangsing justru pada saat turbulensi keuangan Asia Tenggara berepisentrum di Indonesia. Ia bisa meyakinkan Bambang Trihatmodjo dan trah Cendana untuk menjalankan macam-macam bisnis.
Dengan kemampuannya sebagai investment banker Hary bisa mengajak philantrofis George Soros bertemu Presiden Gus Dur. Tak lama kemudian ia mempersilakan Soros masuk ke Bhakti Investama dan mencicipi 15% saham Bahkti Investama.

Pada 2002, Bambang Tri makin sibuk dengan biduan Mayangsari, ia merelakan grup Bimantara dibeli Hary Tanoe saja. Hary Tanoe secepat kilat membuat gerakan puting beliung, dengan menggemukkan jaringan media di bawah bendera Media Nusantara Citra yang mengkongkonsolidasikan kepemilikan media elektronik televisi (RCTI, Global TV, MNC TV), radio (Sindo Radio), portal berita okezone.com dan cetak (Koran Sindo dan mengangkat anak tiri majalah Trust menjadi anaknya).

Pada Oktober kemarin, Harry Tanoe mulai “spinning” lagi, dengan memproklamirkan diri sebagai pentolan Partai Nasdem bersama hopengnya bos televisi berita pertama Metro TV dan pendiri Koran Media Indonesia, Surya Paloh. Siapa pun tahu, baik Hary Tanoe maupun Surya Paloh semula berinduk pada Kerajaan Cendana yang dikabarkan asetnya Rp150 triliun itu.
Partai Nasdem jelas berseberangan dengan Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie. Karena itu tidak heran bila salah satu ketua Golkar Priyo Budi Santoso seolah memuji keberanian Hary Tanoe masuk partai politik.

Padahal, di balik itu ia membaca dengan terang benderang (istilah ini disundut oleh politisi Senayan) kaitan Hary Tanoe dan Surya Paloh yang bersiap menjegal langkah Aburizal Bakrie di pemilihan Presiden mendatang.
Namun mesin politik Golkar teruji mampu bangkit setelah terpuruk pada Pemilu 1999. Golkar yang secara tradisional tidak pernah “beroposisi” dan menggalang kekuatan di pusaran partai berkuasa.

Orang pun tahu, Ketua Umum Golkar Aburizal memiliki Anteve, TV-One, VIVA news.com dan koran Surabaya Post (dahulu milik keluarga ekonom Iwan Jaya Azis). TV-One jelas head to head dengan Metro TV dalam liputannya, seperti persaingan bos mereka dalam politik. Bergandengan dengan VIVA News.com, TV-One menancapkan kuku yang kuat di pemberitaan politik, ekonomi dan olahraga.

Satu lagi. Konglomerasi media ditengarai oleh langkah gangsing Charul Tandjung dengan membeli detik.com kabarnya dengan nilai fantastis, Rp450 miliar. Pemilik detik.com lama (Abdul Rahman dan Budiono Darsono, keduanya bekas wartawan majalah TEMPO) kini ketawa-tawi menikmati duitnya dengan membeli pulau di Nusa Tenggara Barat.

Katanya, tidak ada agenda politik di balik pendirian TransTv, akuisisi Trans7, dan pembelian detik.com. Murni binis, kata sebuah sumber di grup ini, seperti pembelian jaringan Carrefour.

Media massa memiliki kapasitas membentuk opini publik. Namun ketika konflik kepentingan mencuat di dalamnya, media bisa menyuapi informasi yang dibelokkan dan bisa ditelan lahap oleh publik. Berita yang tidak berimbang akan membuat publik mengambil keputusan yang salah, karena informasinya sudah di-distorsi-kan.

Siapa yang percaya media adalah bisnis murni atawa tidak partisan? Siapa percaya Murdoch bisa menahan syahwat politiknya, jadi king maker gratisan? Kekuasaan itu membuat orang ecstase dan orgasme sekaligus, tapi bisa juga membuat orang mejan sekaligus ejakulasi dini secara politik. [mdr]