TEMPO.CO, Jakarta -
Sebagian pemilih Partai Demokrat pada Pemilu 2009 ternyata tak tertarik lagi
memilih partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini pada Pemilu 2014.
Dalam survei yang dirilis Saiful Mujani Research and Consulting, sekitar 20
persen dari pemilih Demokrat dimungkinkan akan berpindah haluan.
Peneliti pada SMRC, Grace Natali, mengatakan, berdasarkan survei terhadap 1.219
pemilih, hanya 8 persen yang menyatakan akan memilih Demokrat. Padahal, dalam
Pemilu 2009, partai berlambang segitiga mercy ini meraup 21 persen
suara. "Dua puluh persen pemilih Demokrat pada Pemilu 2009 belum
memutuskan memilih partai mana," kata Grace, dalam rilis survei Kecenderungan
Swing Voter Pemilih Partai Menjelang Pemilu 2014, Ahad, 14 Oktober 2012.
Survei dilakukan SRMC pada 5-16 September lalu dengan bertatap muka. Satu
pewawancara bertugas menangani satu kelurahan atau desa dengan 10 responden.
Sampel dipilih dengan metode acak bertingkat. Sedangkan kesalahan margin
diperkiran 3 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Menurut Grace, jika pemilu dilakukan sekarang, partai yang paling besar mencuri
pemilih Demokrat pada Pemilu 2009 adalah Golkar, dengan perkiraan 12 persen.
Partai Nasional Demokrat turut mencuri dengan perolehan 8 persen suara,
sedangkan Gerindra 7 persen. PDIP juga kecipratan 6 persen pemilih Demokrat.
Larinya pemilih dari Demokrat ini, kata Grace, disebabkan oleh hilangnya
kepercayaan publik terhadap janji-janji pemberantasan korupsi yang diusung
partai saat pertama didirikan. Maraknya kasus korupsi yang melibatkan petinggi
Demokrat ini dinilai menjadi penyumbang terbesar penurunan suara partai.
Anggota Dewan Pembinan Partai Demokrat, Hayono Isman, mengakui persoalan
korupsi telah menggerus sebagain besar pemilih Demokrat. Dia mengatakan
partainya kini terus mengupayakan solusi yang pas untuk mengembalikan suara
partai. "Kami akan mencari cara yang baik dan juga benar."
Hayono menyadari, maraknya pemberitaan media terhadap kasus yang menyeret
petinggi partainya telah menjadi berkah bagi partai lain. Namun dia tak
menyalahkan masifnya berita media. "Ini resiko kami sebagai pemenang
pemilu. Ini adalah cobaan paling berat setelah dengan susah payah kami bangun
partai dan berangkat dari bawah.