Friday, April 22, 2011

Politik dan Pengangguran

Oleh Didik J Rachbini

POLITIK pada saat ini kurang memperhatikan politik ekonomi, utamanya politik pengurangan pengangguran atau politik penciptaan lapangan kerja.Pemerintah dan parlemen habis waktu untuk konflik dan menghadapi kasus-kasus, yang sering tidak berhubungan dengan kepentingan kesejahteraan rakyat secara langsung. Karena itu, masalah pengangguran terbuka dan lebih banyak lagi pengangguran terselubung masih tidak bisa dipecahkan.

Tingkat pengangguran di Indonesia tergolong paling tinggi di kawasan Asia Tenggara.Sepintas jika hanya dilihat dari pertumbuhannya, bisa ditebak kesimpulannya bahwa ekonomi Indonesia tidak mempunyai masalah. Sejauh ini pertumbuhan ekonomi sudah melewati batas moderat sampai bahkan pada level pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Perencanaan pemerintah dalam asumsi anggaran selalu optimistis dengan menetapkan pertumbuhan di atas 6%. Rencana dan keputusan seperti ini wajar karena Indonesia memang sedang berada di kawasan pasar, yang sedang berkembang dan bahkan tumbuh pesat. Kini Indonesia tidak bisa lagi menyatakan diri sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya paling tinggi di kawasan ASEAN. Negara-negara lain di sekitar kita juga sudah pulih dengan cepat dan ekonominya bertumbuh pada tingkat yang tinggi melebihi kita.

Pada 2009 ketika ekonomi dunia mengalami krisis, kita berbangga bahwa pertumbuhan ekonomi masih bertumbuh positif sampai 4,3%. Sementara itu, perekonomian negara-negara lain tumbuh negatif. Ini bisa dibanggakan untuk sementara karena ekonomi Indonesia tidak terpuruk ke dalam krisis. Namun, secara umum, negara-negara Asia Tenggara bisa bertahan dalam krisis 2008-2009, yang sama sekali berbeda dengan krisis 1998. Tetapi jika menyimak ke dalam struktur perekonomian nasional, ada masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan semata-mata pertumbuhan ekonomi itu.

Dua masalah yang sedang dihadapi masyarakat, pertama adalah tingkat pengangguran terbuka yang tinggi dan tergolong paling tinggi di ASEAN. Yang kedua adalah kasus pengangguran terselubung yang sangat besar jumlahnya dan disertai penyebaran sektor informal yang meluas. Tingkat pengangguran terbuka dalam ukuran normatif masih tergolong tinggi karena tingkatnya dua kali lipat pengangguran normal ketika tercapai level full employment.

Sementara itu, tingkat pengangguran tersebut jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN di sekitarnya jauh lebih tinggi, bahkan sampai 2-3 kali lipat.Sektor industri sekarang merosot drastis karena paling tidak dua sebab, yaitu kekosongan strategi kebijakan dan pengaruh China yang dibiarkan. Sektor industri pada saat ini bukan hanya tidak mampu menyerap tenaga kerja baru. Lebih dari itu, memuntahkan tenaga kerja yang sudah ada di dalamnya keluar menjadi tenaga kerja pengangguran.

Atau setidaknya tenaga kerja di dalam industri tersebut terlempar keluar masuk sektor informal menjadi tenaga kerja setengah pengangguran.Pertumbuhan tenaga kerja sektor industri sekarang negatif, rata-rata sekitar -5% pertahun. pertumbuhan sebagian sektor industri juga negatif, meskipun secara keseluruhan positif rendah. Itu artinya Indonesia sudah kehilangan momentum untuk memperkuat sektor industri.

Sektor ini tidak dapat membantu memperbaiki keadaan dari luasnya gabungan pengangguran terbuka dan pengangguran terselubung.Karena itu, tidak mengherankan jika ekonomi Indonesia berwajah ganda. Satu sisi adalah sektor modern yang sudah mapan dan dicirikan dengan pertumbuhan yang tinggi itu serta dibanggakan terus oleh pemerintah. Tetapi pada sisi lain, sektor informal semakin memburuk dan tetap menjadi penyangga pada saat krisis ataupun saat normal seperti sekarang ini. Jumlah sektor informal bertambah banyak pada saat ini. Itu berarti pertumbuhan ekonomi tidak berhasil menyerap tenaga kerja di sektor formal.

Kemiskinan di daerah timur, seperti Papua, Maluku, dan NTT berkisar 30% sampai 40%. Secara keseluruhan kondisi masyarakat masih miskin seperti terlihat pada golongan miskin dengan kriteria lain pada program jamkesmas atau program raskin, yang jumlahnya mencapai tidak kurang dari 70 juta orang.

*) Tulisan pernah dimuat di Media Indonesia, 6/4/2011
Penulis adalah Ketua Bidang Renlitbang PP Nasional Demokrat