![]() |
Hary Tanoesoedibyo-Aburizal Bakirie-Surya Paloh-Chairul Tandjung |
Opini: Bachtiar Abdullah
Nasional - Sabtu, 26
November 2011 | 21:21 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Rupert Murdoch adalah
khas king maker politik di Inggris dan negeri asalnya,
Australia. Di Amerika, kakek ini termasyhur menggalakkan haluan politiknya yang
konservatif melalui jaringan televisi Fox News Channel. Di China, dia menjadi
saudagar media yang sedang berupaya menjejakkan kaki di negara yang sangat
ketat mengontrol pasar media.
Jejak langkah Murdoch adalah template yang
mudah dikopi oleh mereka yang sudah punya duit di seluruh dunia, partai politik
yang berkuasa atau bahkan negara.
Triliuner dadakan Hary Tanoesoedibyo rajin mengubah haluan bisnis sejak muda. Ia
adalah anak muda pedagang kusen dan daun jendela semasa kuliah di Kanada dan
Amerika, sembari main di Wall Street. Balik ke Indonesia, ia mendirikan
perusahaan sekuritas PT Bhakti Investama
bersama Titiek Soeharto.
Ia bisa memutar bisnis seperti gangsing justru
pada saat turbulensi keuangan Asia Tenggara berepisentrum di Indonesia. Ia bisa meyakinkan Bambang Trihatmodjo dan
trah Cendana untuk menjalankan macam-macam bisnis.
Dengan kemampuannya sebagai investment banker
Hary bisa mengajak philantrofis George
Soros bertemu Presiden Gus Dur. Tak lama kemudian ia mempersilakan Soros masuk ke Bhakti Investama dan mencicipi
15% saham Bahkti Investama.
Pada 2002, Bambang Tri makin sibuk dengan
biduan Mayangsari, ia merelakan grup Bimantara dibeli Hary Tanoe saja. Hary
Tanoe secepat kilat membuat gerakan puting beliung, dengan menggemukkan
jaringan media di bawah bendera Media Nusantara Citra yang
mengkongkonsolidasikan kepemilikan media elektronik televisi (RCTI, Global TV,
MNC TV), radio (Sindo Radio), portal berita okezone.com dan cetak (Koran Sindo dan mengangkat anak
tiri majalah Trust menjadi anaknya).
Pada Oktober kemarin, Harry Tanoe mulai
“spinning” lagi, dengan memproklamirkan diri sebagai pentolan Partai Nasdem
bersama hopengnya bos televisi berita pertama Metro TV dan pendiri Koran Media
Indonesia, Surya Paloh. Siapa pun
tahu, baik Hary Tanoe maupun Surya Paloh semula berinduk pada Kerajaan Cendana
yang dikabarkan asetnya Rp150 triliun itu.
Partai Nasdem jelas berseberangan dengan
Golkar yang dipimpin Aburizal Bakrie. Karena itu tidak heran bila salah satu
ketua Golkar Priyo Budi Santoso seolah memuji keberanian Hary Tanoe masuk
partai politik.
Padahal, di balik itu ia membaca dengan terang
benderang (istilah
ini disundut oleh politisi Senayan) kaitan Hary Tanoe dan Surya Paloh yang bersiap menjegal langkah
Aburizal Bakrie di pemilihan Presiden mendatang.
Namun mesin politik Golkar teruji mampu
bangkit setelah terpuruk pada Pemilu 1999. Golkar yang secara tradisional tidak
pernah “beroposisi” dan menggalang kekuatan di pusaran partai berkuasa.
Orang pun tahu, Ketua Umum Golkar Aburizal memiliki Anteve, TV-One, VIVA news.com dan koran Surabaya Post (dahulu milik keluarga
ekonom Iwan Jaya Azis). TV-One jelas head to head dengan Metro TV dalam liputannya, seperti persaingan bos
mereka dalam politik. Bergandengan dengan VIVA News.com, TV-One menancapkan
kuku yang kuat di pemberitaan politik, ekonomi dan olahraga.
Satu lagi. Konglomerasi media ditengarai oleh
langkah gangsing Charul Tandjung dengan membeli detik.com kabarnya dengan nilai fantastis, Rp450 miliar. Pemilik detik.com lama (Abdul Rahman dan Budiono Darsono,
keduanya bekas wartawan majalah TEMPO) kini ketawa-tawi menikmati duitnya dengan membeli pulau di Nusa
Tenggara Barat.
Katanya, tidak ada agenda politik di balik
pendirian TransTv, akuisisi Trans7, dan pembelian detik.com. Murni
binis, kata sebuah sumber di grup ini, seperti pembelian jaringan Carrefour.
Media massa memiliki kapasitas membentuk opini
publik. Namun ketika konflik kepentingan mencuat di dalamnya, media bisa
menyuapi informasi yang dibelokkan dan bisa ditelan lahap oleh publik. Berita yang
tidak berimbang akan membuat publik mengambil keputusan yang salah, karena
informasinya sudah di-distorsi-kan.
Siapa yang percaya media adalah bisnis murni
atawa tidak partisan? Siapa percaya Murdoch bisa menahan syahwat politiknya,
jadi king maker gratisan? Kekuasaan itu membuat orang ecstase dan orgasme
sekaligus, tapi bisa juga membuat orang mejan sekaligus ejakulasi dini secara
politik. [mdr]